Asal usul desa Kedungringin
Study penelitian di Desa Kedungringin
Oleh : Erviyani
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Saat ini menempuh kuliah semester 2 di IAIN Salatiga
Pendahuluan
Asal usul desa kedungringin
Dulu ada
sebuah danau yang cukup besar yang disampingnya dikelilingi oleh pohon
yang disebut pohon ringin. Meskipun musim kemarau apapun mesti danau ini
tetap saja tidak terjadi kekeringan air. Air didalam danau tersebut
tetap terjaga airnya. Tetapi , pada suatu saat , ada musim kemarau yang
sangat panjang , sehingga para penduduk terpaksa harus mengambil air
dalam danau tersebut , lamban laun waktu air di dalam tersebut menjadi
sumber kehidupan bagi para penduduk sekitar. Kemarau tersebut belum juga
berganti dengan musim hujan , jadi penduduk terus menerus mengambil air
dalam danau terseadi , sehingga menyebabkan air dalam danau tersebut
kering dan didalam danau tersebut tumbuhlah pohon ringin. Jadi ,
penduduk sekitar menamanakan “Kedungringin” dan dijadikan sebuah desa
yang diberi nama “Kedungringin”.
1). Sistem Kepercayaan dan Religi
Agama islam umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat orang jawa.
Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk tempat
beribadah orang-orang yang beragama islam. Walaupun demikian tidak semua
orang beribadah menurut agama islam, sehingga berlandaskan atas
kriteria pemelukan agama islam , ada yang disebut islam santri dan islam kejawen.
Kecuali itu masih ada juga di desa-desa jawa orang-orang pemeluk agama
nasrani atau agama besar lainnya.(koentjaraningrat, 2004 :346).
Mengenai orang santri
, mereka adalah penganut agama islam di jawa yang secara patuh dan
teratur yang menjalankan ajaran-ajaran islam didalamnya.adapun agama
islam kejawen , walaupun tidak menjalankan shalat , atau puasa ,
serta tidak bercita-cita naik haji , tetapi toh percaya kepada ajaran
keislamanan agama islam. Tuhan mereka sebut gusti Allah dan Nabi
Muhammad adalah Kanjeng Nabi . kecuali itu orang jawa percaya
bahwa hidup seorang manusia di dunia ini sudah di atur dalam alam
semesta sehingga tidak sedikit mereka yang bersikap nerima yaitu
menyerahkan diri kepada takdir. Inilah sebabnya manusia hidup manusia
tidak terlepas dengan yang lainnya yang ada di alam jagad. Jadi apabila
lain hal yang ada itu mengalami kesukaran maka manusia akan menderita
juga.
Orang jawa percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi kekuatan yang di kenal dengan kesakten
, kemudian ruh leluhur dan makhluk halus seperti memedi , lelembut ,
tuyul ,demit serta jin yang menempati sekitar tempat tinggal mereka.
Menurut kepercayaan mereka makhluk-makhluk halus tersebut dapat
mendatangkan kesuksesan , kebahagiaan , ketentraman , ataupun
keselamatan ataupun juga bisa sebaliknya.
Selametan adalah suatu upacara makan bersama yang telah di beri doa
sebelum dibagikan. Selametan tidak bisa dipisahkan dari pandangan alam
partisipasi tersebut dan erat hubunganya dengan kepercayaan kepada
unsur-unsur kekuatan sakti maupun makhluk halus tadi yang bertujuan
untuk keselamatan dari gangguan apapun. Upacara ini biasanya dipimpin
oleh modin yakni salah seorrang pegawai masjid yang berkewajiban mengucapkan ajan. Ia dipanggil karena di anggap mahir membaca doa keselamatan dari dalam ayat al quran.(koentjaraningrat, 2004 : 347).
Penggolongan upacara slametan sesuai dengan kejadian sehari-hari , yakni
: (1) selametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang , seperti hamil 7
bulan , kelahiran , upacara potong rambut pertama , upacara menyentuh
tanah pertama kali , sunat , dan kematian. (2) selametan yang bertalian
dengan bersih desa , penggarapan tanah pertanian , dan setelah panen
padi. (3) selametan berhubungan dengan hari serta bulan besar islam. (4)
selametan pada saat yang tidak tertentu berkenaan dengan kejadian
seperti menempati rumah kediaman baru dan menolak bahaya
(ngruwat).(koentjaraningrat, 2004 : 348)
Salah satu
jalan yang baik untuk menolong keselamatan roh nenek moyang tersebut da
alam akhirat ialah dengan cara membuat upacara selametan(sedekahan)
sejak awal kematian mereka sampai seribu harinya. Didesa kedungringin
ini masih mempercayai dengan yang namanya , 3 harinan , 7 harinan , 40
hari , 100 hari , 1000 hari , ngekol atau dengan bahasa lain yaitu
meninggal dalam jarak 1 tahun setelah 1000 hari , mendak 1 yaitu
seseorang yang meninggal tersebut sudah meninggalkan keluarganya selama 1
tahun , mendak 2 atau orang yang meninggal tersebut sudah meninggalkan
keluarganya selama 2 tahun , itu tradisi yang biasa dilakukan oleh
masyarakat kedungringin dalam kematian. Demikian ada : a) sedekah
surtanah atau geblak seperti kita tidak boleh melakukan sesuatu apapun ,
atau mau pergi jauh saat hari tersebut merupakan hari kematian kakek
atau nenek karena dapat dipercaya bahwa hari tersebut adalah hari yang
tidak baik atau dengan kata lain “Geblake mbahe”. b ) sedekah
nelung dina. c ) sedekah mitung dina. d ) sedekah matang puluh dina. e )
sedekah nyatus. e ) sedekah mendak pisan dan mendak pindo. g ) sedekah
nyewu. Upacara selametan ini kadang disebut juga sedekah nguwis-nguwisi
artinya yang terakhir kali.(Naskah Skripsi Sarjana Muda Henny, Purnama.
Upatjara Kematian di Djawa. Maret. 1969 : hlm 41-53)
Selametan juga
dibuat sesajen. Ini adalah penyerahan pada sajian tertentu pada makhluk
halus dan di tempat tertentu. Sesajen merupakan rangkaian tiga macam
bunga (kembang telon) , kemenyan , uang recehandan kue apem , yang
ditaruh dalam besek kecil atau bungkusan daun pisang. Sesajen biasanya
dibuat pada hari selasa kliwon dan jumat kliwon.
Adapun
kepercayaan pada kekuatan sakti (kesakten), itu banyak ditunjukkan pada
benda seperti keris dan gamelan. Bahkan ada juga pada jenis burung
tertentu (perkutut) kendaraan istana (kereta nyai jimat dan garuda
yeska) , dan kepada tokoh raksasa batara kala. Khususnya kendaraan dari
istana itu , setiap setahun sekali bertepatan pada hari jumat kliwon
dalam bulan sura , dibersihkan pada suatu siraman dan dilakukan di
lingkungan istana (ratawijaya), secara terbuka. Masyarakat mempercayai
bahwa air bekas siraman tadi dapat memberi berkah. Sedangkan tokoh
raksasa batara kala adalah raksasa yang mempunyai kekuatan sakti yang
dapat mendatangkan bencana pada benda maupun manusia.
Karena sikap
orang jawa suka mengada orientasi maka muncul banyak aliran kebatinan.
Dilihat dari sifatnya : (1) keuniyahan , aliran ini percaya adanya
anasir-anasir ruh halus atau badab halus sertta jin dan lainnya. (2)
keislam-islaman , dengan ajaran yang banyak menagmbil unsur keimanan
agama islam. (3) kehindu-jawian , di mana para pengikutnya percaya
kepada dewa-dewa agama hindu , dengan nama-nama hindu. (4) mistik ,
dengan usaha manusia untuk mencari kesatuan dengan
Tuhan.(koentjaraningrat, 2004 : 349-350)
Dan saat mau menjelang bulan puasa biasanya masyarakat pergi keburan untuk membersihkan kuburan tersebut atau disebut juga besik , dan setelah besik masyarakat melakukan tradisi yang dinamakan dengan nyadran ,biasanya
yang dilakukan oleh penduduk kedungringin untuk melakukan nyadran
tersebut adalah dengan membawa sebuah tumpeng kemushola ataupun masjid
dan berdoa bersama , kemudian tumpeng-tumpeng saling ditukarkan satu
sama lain. Dan saat sudah bulan puasa , jika puasa tersebut sudah dapat
25 biasanya para penduduk kedungringin membawa ketan yang tempatkan pada
besek yang dihidangkan bersama pasung , pisang , dan srundeng. Tradisi
tersebut biasanya dinamakan dengan selawenan , dan tradisi tersebut juga dilakukan pada puasa dapat 27 atau yang biasanya dinamakan pitulikuran , dan juga 29 atau songolikuran. Dan sehabis tarawih biasanya para jamaah tarawih diberikan jaburan , dan setelah itu kami melakukan tadarusan.
Dan dalam
kepercayaan pada saat bayi lahir yang masih berumur kurrang dari satu
tahun biasanya kalau mau maghrib bayi tersebut biasanya tidak boleh
ditidurkan katanya pamali. Sebagai remaja putri tidak diperbolehkan juga
untuk makan sambil berdiri dan makan atau minum ditengah-tengah pintu ,
untuk remaja putripun tidak diperbolehkan untuk makan sambil disonggo , karena besok kita dapat ditampar oleh laki-laki.
2). Sistem Kemasyarakatan
Dalam kenyataan hidup masyarakat orang jawa , orang masih
membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negeri
dan kaum terpelajar dengan orang yang disebut wong cilik , seperti
petani , tukang-tukang dan pekerja kasar.
Lapisan yang tertinggi dalam desa adalah wong baku. Lapisan ini terdiri
dari keturunan orang dulu yang pertama kali datang menetap di desa.
Mereka memiliki sawah , rumah dengan tanah pekarangannya. Lapisan kedua
adalah kuli gandok atau lindung. Mereka adalah orang laki-laki yang
telah kawin , akan tetapi tidak mempinuyai tempat tinggal sendiri,
sehingga terrpaksa menetap di kediaman orang tuanya. Lapisan ketiga
ialah joko , sinoman atau bujangan. Mereka semua belum menikah dan masih
tinggal bersama kedua orang tuanya. Golongan bujangan ini mendapat
tanah pertanian , rumah dan pekarangannya dari pembagian warisan dan
membelinya.
Secara administratif , suatu desa di jawa biasanya disebut kelurahan dan
di kepalai oleh seorang lurah. Sekelompok dari 15 sampai 25 desa
merupakan suatu kesatuan administratif yang disebut kecamatan dan
dikepalai oleh seorang pegawai pamong praja yang disebut
camat.(koentjaraningrat, 2004 :344-345)
Dalam
pekerjaan sehari-hari kepala desa dan pembantu-pembantunya yang semua
disebut pamong desa , mempunyai dua tugas pokok , ialah tugas
kesejahteraan desa dan tugas kepolisian untuk memelihara ketertiban
desa. Lurah dipilih oleh dan dari penduduk desa sendiri , dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi calon yang dipilih atau yang
memilih. (Sosrodiharjo, Soedjito. Kedudukan peminpin didalam masyarakat desa. Yogyakarta. Percetakan Seksi Hukum Adat.1957: hlm. 21 dan Said Moh. Tugas dan Kewajiban Kepala Desa Berdasarkan H.I.R. Surabaya.
Fadjar N.V. 1958 : hlm 48). Adapun pembantu-pembantu lurah adalah (1)
carik , yang bertugas sebagai pembantu umum dan penulis desa, (2)
sosial, yang memelihara kesejahteraan penduduk baik rohani maupun
jasmani, (3) kemakmuran, yang bertanggungjawab atas ketentraman lahir
dan batin penduduk desa, (4) kaum, yakni yang mengurus soal-soal nikah ,
talak dan rujuk, dan kegiatan keagamaan, juga soal
kematian.(koentjaraningrat, 2004 : 346)
Didesa kedungringin sistem kemasyarakatannya adalah RT , RW , Kadus ,
Lurah , dan Ulu-ulu. RT (Rumah Tetangga) biasanya mengurusi penduduk
sekitar yang rumahnya berdekatan dengan rumah RT tadi atau bisa dibilang
satu komplek , sedangkan RW (Rukun Warga) biasanya dengan cangkupan
yang agak luas , biasanya RW ini mengurusi dari 4-5 RT. Kadus atau
kepala Dusun mengatur satu dusun saja setiap kelurahan. Selanjutnya
Lurah , Lurah mengatur disatu kelurahan dan lingkupnya lebih besar
daripada kadus dan biasanya dalam menjabat sebagai lurah ini mendapatkan
sawah atau masyarakat biasanya menyebutnya dengan bengkok. Sedangkan
Ulu-ulu dalam desa kedungringin hanya mengurusi tentang persawahan saja
, dan jabatan ini pun mendapatkan imbalan bengkok juga.
3). Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sebagian besar
penduduk desa kedungringin bermata pencaharian sebagai seorang petani ,
peternak , pabrik , guru dan transmigrasi ke luar kota. Biasanya
bekerja sebagai petani adalah seperti membajak sawah , tandur , matun ,
ndaut , ngrabuk , macul dan traktor. Sedangkan , dalam berternak adalah
berternak seperti ayam , menthok , kerbau , sapi dan kambing.
Dalam
melakukan pekerjaan pertanian ini, diantara mereka ada yang menganggarap
tanah pertaniannya untuk dibuat kebun kering (tegalan), terutama mereka
yang hidup di daerah pegunungan, sedangkan yang lain , yaitu yang
bertempat tinggal di daerah yang rendah mengelola tanah pertanian
tersebut guna dijadikan sawah. Biasanya ditanami padi, palawijaya
terutama di daerah tegalan , dan untuk waktu musim kemarau dapat
ditanami seperti ketela pohon (Marlihot Utilissima Phl), jagung (Zea
Mays L.), ketela rambat (Ipomoea Batatas Poir), kedelai (Glycine Soja
Bth), kacang tanah (Arachishypogea L.), kacang tunggak (Vigna Sinencis),
gude (Cajamis Cajan) dan lain-lain.
Pada mulanya
tanah digarap dengan bajak (luku). Gunanya adalah untuk membalik tanah
sehingga lebih mudah ditugali, yaitu pekerjaan menghancurkan tanah
dengan cangkul, setelah dua minggu, kemudian diolah dengan garu, agar
tanah bisa lebih lunak dan lumat. Setelah digaru baru diberi pupuk ,
yaitu pupuk hijau dan pupuk kandang. Sebelum tanah di tanami padi, bibit
padi disebarkan dan disemaikan dalam persemaian padi (pawinihan).
Prosesnya yaitu padi dijadikan benih yang dipilih yaitu yang masih dalam
keadaan tumbuh atau melekat pada batangnya. Pekerjaan ini disebut
dengan nglinggori. Batang padi yang dipilih tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua , kemudian dipotong batang padi tadi lalu diikat dalam
beberapa ikatan (untingan) lalu dijemur dalam waktu satu hari dan
ditanggali kemudian dimasukkan dalam bakul besar yang disebut tenggok.
Bakul tersebut di rendam dengan air satu hari satu malam dan kemudian
di-pep, yaitu ditutup dengan daun pisang dua atau tiga hari. Selanjutnya
setelah tumbuh akar-akarnya, maka bibit padi disebarkan di persemaian,
lamanya benih di dalam persemaian ini tsampai kesawah antara 15 sampai
30 hari. Pekerjaan pemindahan ini disebut dengan nguriti atau ndaut.
Selama dalam
pertumbuhannya , tanaman padi yang masih muda, dipelihara serta di jaga
agar tumbuhan liar tidak merusaknya. Untuk ini dilakukan pekerjaan
mematun dengan memakai alat yang disebut gosrok. Akhirrnya sesudah padi
masak lalu dituai dengan ani-ani untuk disimpan di dalam lumbung, yang
setelah 40 hari baru boleh ditumbuk. Sebagian besar pendufuk menanam
palawijaya di samping padi seperti kedelai dan kacang brol. Kedua jenis
tanaman ini di tanam saat menjelang datangnya musim kemarau.
Telah disebut
diatas, bahwa pada saat permulaan pertumbuhannya kedua tanaman
palawijaya ini dibutuhkan banyak air, demikian sebelum bersemi, tanah
bawah di genangi air kira-kira satu minggu dan ini disebut ngelebi.
Adapun alat untuk membenamkan biji kedelai dan kacang brol itu adalah
panja, yaitu sebatang kayu yang diruncingkan ujungnya serta panjangnya
hampir dua meter (digging stick). Setelah tanaman berusia 15 hari lalu
didangir, yaitu suatu pekerrjaan meninggikan tanah di tepian bawah
tanaman yang sedang tumbuh dengan gantul. koentjaraningrat, 2004 :
334-336)
4) Sistem Peralatan dan Teknologi
Masalah yang menghambat pembangunan di jawa ialah: (1) mentalitet orang
jawa yang selalu nerima dan bersikap pasif terhadap hidup, (2) tekanan
penduduk yang telah menyebabkan rakyat pedesaan di jawa itu menjadi
kelewat miskin, (3) tak adanya organisasi asli yang telah dimantapkan
jika di modernisasi dapat menjadi organisasi masyarakat yang aktif
kreatif, (4) tak adanya kepemimpinan yang kreatif aktif untuk dapat
meminpin aktivitet produksi yang bisa memberi hail tiga-empat kali lebih
besar daripada sekarang tiap-tiap tahunnya. (koentjaraningrat, 2004 :
351)
5) Sistem Bahasa
Daerah kebudayaan jawa itu luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah
dan timur jawa. Ada daerah yang secara kolektip sering disebut daerah
kejawen. Sebelum terjadi perobahan-perobahan status wilayah seperti
sekarang ini, daerah itu ialah Bayumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta,
Malangdan Kediri. Daerah luar itu danamakan pesisir dan ujung timur.
(Lihatlah buku Geertz,C. Agricultural Involution. Chicago, Universitas
of Chicago Press. 1996 : hlm 42)
Dalam pergaulan hidup maupun hubungan sosial mereka berbahasa jawa. Pada
waktu berbicara dengan bahasa ini, orang harus mampu membedakan dan
memperhatikan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang
dibicarakan dan berdasarkan usia maupun status sosialnya. Ada dua bahasa
yaitu bahasa ngoko dan krama.(koenjaraningrat, 2004 : 329)
Bahasa jawa ngoko itu dipakai untuk orang yang sudah kenal akrab, dan
terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajatnya
ataupun status sosialnya. Lebih khusus lagi adalah bahasa jawa ngoko
lugu dan ngoko andap. Sebaliknya, bahasa jawa krama, dipergunakan untuk
bicara dengan yang belum kenal akrab, tetapi yang sebaya dalam umur
maupun derajat status ga sosialnya. Jadi ada tiga macam bahasa yaitu (1)
bahasa kedaton atau bahasa bagongan, yang khusus dipergunakan
dikalangan istana, (2) bahasa krama desa atau bahasa orang-orang desa,
(3) bahasa jawa kasar, yakni salah satu macam bahasa daerah yang di
ucapkan oleh orang-orang yang sedang dalam keadaan marah atau mengumpat
seseorang.(Bacalah : Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan.
Karti bahasa. Jakarta. 1946 :hlm 86-87).
6) Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan di desa berdasarkan keturunan bilateral. Ada
macam-macam perkawinan lain dan yang di perbolehkan, yakni ngarang wulu
serta wayuh. Pekawinan ngarang wulu adalah suatu perkawinan duda dengan
salah satu adi dari almarhum isterinya. Jadi merupakan perkawinan
sorotan. Sedangkan wayuh ialah, suatu perkawinan lebih dari satu istri
(poligami).
Sebelum perkawinan di adakan, ada tahap-tahap tradisi jawa yaitu : (1)
peningsetan, sebelum peningsetan terlebih dahulu di adakan perundingan
untuk memperbincangkan tanggal serta bulan perkawinan. Upacara ini
adalah suatu tanda penyerahan harta pihak laki-laki kepada pihak
perempuan secara simbolis. (Bacalah Ceramah Prof. Djojodiguno.
Perjodohan menurut Hukum Adat Jawa. Di Radyapustaka : Sala tanggal 27
November 1957 : hlm 10 ). Harta itu berupa sejumlah uang, bahan pangan,
perkakas rumah tangga, seperti ternak-ternak sapi, kerbau, keda atau
juga bisa suatu kombinasi antara berbagai harta kekeyaan tadi, yang
diserahkan kepada orang tua atau wali calon pengantin wanita, juga
disaksikan oleh kerabat-kerabatnya. Asak tukon yang disebut juga
srakahatau sasrahan itu merupakan tanda mas kawin.
Sehari menjelang saat upacara perkawinan, pada pagi hari beberapa
anggota kerabat pihak wanita berkunjung kemakam para leluhurnya untuk
meminta doa restu. Sedangkan pada sore harinya diadakan upacara
selametan berkahan yang dinamakan dengan leklekan, dimana para kerabat
pengantin wanita serta tetangga dekat dengan kenalannya, berjaga
dirumahnya hingga jauh malam, bahkan sampe pagi hari. Malam menjelang
hari perkawinan ini dinamakan malam tirakatan atau malam midadereni, ada
kepercayaan bahwa pada malam itu para bidadari turun dari kayangan dan
memberi restu pada perkawinan tersebut.
Setelah tiba hari perkawinan, pengantin laki-laki dengan di iringkan
oleh orang tua atau wali berikut pada handa taulannya dan juga para
tetangga sedukuh maupun sedesa, pergi kekelurahan desa untuk melaporkan
kepada kaum, yaitu salah seorang dari anggota pamong desa yang khusus
bertugas menguus hal nikah, talak dan rujuk. Sesudah itu kekantor
urrusan agama kecamatan menghadap penghulu, yakni salah satu pegawai
kantor tersebut, yang pekerjaanya mengawinkan orang, dengan upacara ijab
kabul dan akad nikah. Upacara disaksikan oleh wali dari kedua belah
pihak. Setelah penganten laki-laki dan wali penganten wanita
menumbubuhkan tanda tangan diatas surat kawinnya, kemudian penganten
laki-laki menyerrahkan sejumlah uang sebagai tanda mas kawin hukum
perkawinan islam. Ijab kabul atau akad nikah itu dapat dilakukan dirumah
pengantin wanita, yaitu dengan memanggil penghulu. Kemudian setelah
upacara ini berakhir lalu dilakukan upacara pertemuan (temon) antara
kedua mempelai yang akhirnya di persandingkan diatas pelaminan. Apabila
mempelai laki-laki berrkehendak membawa istranya, hal ini dapat di
laksanakan sesudah sepasar, atau sama dengan lima hari sejak mereka di
pertemukan. Pemboyongan yang disertai pesta upacara lagi di tempat
kediaman laki-laki ini di sebut ngunduh temanten.(koentjaraningrat.2004 :337-340)
Dalam pembagian warisan harta benda dipakai dua macam cara yaitu : (1)
perdamaian, sebenarnya suatu permusyawaratan di antara ahli waris yang
terdiri dari anak-anak atau anggota kerabat kedua belah pihak orang tua,
di mana akan dipertemukan siapakah yang berhak dan wajib memperoleh
bagian lebih ataupun sama dengan yang lain. Cara demikian ini terutama
di pergunakan pada pat badari penggunaan cara perdamaian ini, adalah
agar di capai suatu keadaan sejahtera bagi semua anggota keluarga batih.
Artinya apabila ada salah seorang anggota yang sudah memiliki harta
tadi sendiri, maka tidaklah anggota tersebut mendapatkan bagian, yang
dapat diberikan pada saudara-saudaranya yang belum mempunyai apa-apa
sama sekali. Orang tua akan lebih condong untuk memberikan umah
kediamannya yang pokok kepada tabon, yaitu seorang anak laki-laki atau
anak perempuan yang tetap tinggal di rumah bersama-sama dengan orang tua
dan menjamin hidup hari tua dari orang tua tersebut. Adapun
pemeliharaan benda pusaka biasanya di bebankan kepada anak laki-laki
tertua, sedangkan ternak dibagikan sama sesuai dengan jumlah yang ada.
Pembagian warisan menurut cara kedua, yaitu sepikul segendongan
dipergunakan pada pembagian warisan tanah pekarangan dengan pohon-pohon
diatasnya sekalian, dan tanah pertanian, terutama sawah menurut cara ini
ditetapkan bahwa anak laki-laki mendapat bagian sebanyak 2/3, sedangkan
anak perempuan 1/3 bagian dari seluruh jumlah warisan orang tua. Untuk
memperkuat hak dan kewajiban terhadap peninggalan harta benda milik
orang tua ini, masing-masing yang berkepentingan dapat meminta
penyaksian kepala desa atau anggota-anggota pamong desa lainya.
Teristimewa soal pembagian warisan tanah pekarangan dan tanah pertanian,
suatu keluarga wajib memberi laporan kepada penjabat desa tadi agar
bisa diketahui jumlah seluruhnya.(koentjaraningrat, 2004 : 342-343)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KRITIK DAN SARAN SELALU ADMIN HARAPKAN