Rabu, 09 Oktober 2019

Asal Usul Desa Kedungringin

Asal usul desa Kedungringin

Study penelitian di Desa Kedungringin
Oleh : Erviyani
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Saat ini menempuh kuliah semester 2 di IAIN Salatiga
Pendahuluan
Asal usul desa kedungringin
Dulu ada sebuah danau yang cukup besar yang disampingnya dikelilingi oleh pohon yang disebut pohon ringin. Meskipun musim kemarau apapun mesti danau ini tetap saja tidak terjadi kekeringan air. Air didalam danau tersebut tetap terjaga airnya. Tetapi , pada suatu saat , ada musim kemarau yang sangat panjang , sehingga para penduduk terpaksa harus mengambil air dalam danau tersebut , lamban laun waktu air di dalam tersebut menjadi sumber kehidupan bagi para penduduk sekitar. Kemarau tersebut belum juga berganti dengan musim hujan , jadi penduduk terus menerus mengambil air dalam danau terseadi , sehingga menyebabkan air dalam danau tersebut kering dan didalam danau tersebut tumbuhlah pohon ringin. Jadi , penduduk sekitar menamanakan “Kedungringin” dan dijadikan sebuah desa yang diberi nama “Kedungringin”.

1). Sistem Kepercayaan dan Religi
            Agama islam umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat orang jawa. Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk tempat beribadah orang-orang yang beragama islam. Walaupun demikian tidak semua orang beribadah menurut agama islam, sehingga berlandaskan atas kriteria pemelukan agama islam , ada yang disebut islam santri dan islam kejawen. Kecuali itu masih ada juga di desa-desa jawa orang-orang pemeluk agama nasrani atau agama besar lainnya.(koentjaraningrat, 2004 :346).
            Mengenai orang santri , mereka adalah penganut agama islam di jawa yang secara patuh dan teratur yang menjalankan ajaran-ajaran islam didalamnya.adapun agama islam kejawen , walaupun tidak menjalankan shalat , atau puasa , serta tidak bercita-cita naik haji , tetapi toh percaya kepada ajaran keislamanan agama islam. Tuhan mereka sebut gusti Allah dan Nabi Muhammad adalah Kanjeng Nabi . kecuali itu orang jawa percaya bahwa hidup seorang manusia di dunia ini sudah di atur dalam alam semesta sehingga tidak sedikit mereka yang bersikap nerima yaitu menyerahkan diri kepada takdir. Inilah sebabnya manusia hidup manusia tidak terlepas dengan yang lainnya yang ada di alam jagad. Jadi apabila lain hal yang ada itu mengalami kesukaran maka manusia akan menderita juga.
            Orang jawa percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi kekuatan yang di kenal dengan kesakten , kemudian ruh leluhur dan makhluk halus seperti memedi , lelembut , tuyul ,demit serta jin yang menempati sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan mereka makhluk-makhluk halus tersebut dapat mendatangkan kesuksesan , kebahagiaan , ketentraman , ataupun keselamatan ataupun juga bisa sebaliknya.
            Selametan adalah suatu upacara makan bersama yang telah di beri doa sebelum dibagikan. Selametan tidak bisa dipisahkan dari pandangan alam partisipasi tersebut dan erat hubunganya dengan kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti maupun makhluk halus tadi yang bertujuan untuk keselamatan dari gangguan apapun. Upacara ini biasanya dipimpin oleh modin yakni salah seorrang pegawai masjid yang berkewajiban mengucapkan ajan. Ia dipanggil karena di anggap mahir membaca doa keselamatan dari dalam ayat al quran.(koentjaraningrat, 2004 : 347).
            Penggolongan upacara slametan sesuai dengan kejadian sehari-hari , yakni : (1) selametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang , seperti hamil 7 bulan , kelahiran , upacara potong rambut pertama , upacara menyentuh tanah pertama kali , sunat , dan kematian. (2) selametan yang bertalian dengan bersih desa , penggarapan tanah pertanian , dan setelah panen padi. (3) selametan berhubungan dengan hari serta bulan besar islam. (4) selametan pada saat yang tidak tertentu berkenaan dengan kejadian seperti menempati rumah kediaman baru dan menolak bahaya (ngruwat).(koentjaraningrat, 2004 : 348)
Salah satu jalan yang baik untuk menolong keselamatan roh nenek moyang tersebut da alam akhirat ialah dengan cara membuat upacara selametan(sedekahan) sejak awal kematian mereka sampai seribu harinya. Didesa kedungringin ini masih mempercayai dengan yang namanya , 3 harinan , 7 harinan , 40 hari , 100 hari , 1000 hari , ngekol atau dengan bahasa lain yaitu meninggal dalam jarak 1 tahun setelah 1000 hari , mendak 1 yaitu seseorang yang meninggal tersebut sudah meninggalkan keluarganya selama 1 tahun , mendak 2 atau orang yang meninggal tersebut sudah meninggalkan keluarganya selama 2 tahun , itu tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat kedungringin dalam kematian. Demikian ada : a) sedekah surtanah atau geblak seperti kita tidak boleh melakukan sesuatu apapun , atau mau pergi jauh saat hari tersebut merupakan hari kematian kakek atau nenek karena dapat dipercaya bahwa hari tersebut adalah hari yang tidak baik atau dengan kata lain “Geblake mbahe”. b ) sedekah nelung dina. c ) sedekah mitung dina. d ) sedekah matang puluh dina. e ) sedekah nyatus. e ) sedekah mendak pisan dan mendak pindo. g ) sedekah nyewu. Upacara selametan ini kadang disebut juga sedekah nguwis-nguwisi artinya yang terakhir kali.(Naskah Skripsi Sarjana Muda Henny, Purnama. Upatjara Kematian di Djawa. Maret. 1969 : hlm 41-53)
Selametan juga dibuat sesajen. Ini adalah penyerahan pada sajian tertentu pada makhluk halus dan di tempat tertentu. Sesajen merupakan rangkaian tiga macam bunga (kembang telon) , kemenyan , uang recehandan kue apem , yang ditaruh dalam besek kecil atau bungkusan daun pisang. Sesajen biasanya dibuat pada hari selasa kliwon dan jumat kliwon.
Adapun kepercayaan pada kekuatan sakti (kesakten), itu banyak ditunjukkan pada benda seperti keris dan gamelan. Bahkan ada juga pada jenis burung tertentu (perkutut) kendaraan istana (kereta nyai jimat dan garuda yeska) , dan kepada tokoh raksasa batara kala. Khususnya kendaraan dari istana itu , setiap setahun sekali bertepatan pada hari jumat kliwon dalam bulan sura , dibersihkan pada suatu siraman dan dilakukan di lingkungan istana (ratawijaya), secara terbuka. Masyarakat mempercayai bahwa air bekas siraman tadi dapat memberi berkah. Sedangkan tokoh raksasa batara kala adalah raksasa yang mempunyai kekuatan sakti yang dapat mendatangkan bencana pada benda maupun manusia.
Karena sikap orang jawa suka mengada orientasi maka muncul banyak aliran kebatinan. Dilihat dari sifatnya : (1) keuniyahan , aliran ini percaya adanya anasir-anasir ruh halus atau badab halus sertta jin dan lainnya. (2) keislam-islaman , dengan ajaran yang banyak menagmbil unsur keimanan agama islam. (3) kehindu-jawian , di mana para pengikutnya percaya kepada dewa-dewa agama hindu , dengan nama-nama hindu. (4) mistik , dengan usaha manusia untuk mencari kesatuan dengan Tuhan.(koentjaraningrat, 2004 : 349-350)
Dan saat mau menjelang bulan puasa biasanya masyarakat pergi keburan untuk membersihkan kuburan tersebut atau disebut juga besik , dan setelah besik masyarakat melakukan tradisi yang dinamakan dengan nyadran ,biasanya yang dilakukan oleh penduduk kedungringin untuk melakukan nyadran tersebut adalah dengan membawa sebuah tumpeng kemushola ataupun masjid dan berdoa bersama , kemudian tumpeng-tumpeng saling ditukarkan satu sama lain. Dan saat sudah bulan puasa , jika puasa tersebut sudah dapat 25 biasanya para penduduk kedungringin membawa ketan yang tempatkan pada besek yang dihidangkan bersama pasung , pisang , dan srundeng. Tradisi tersebut biasanya dinamakan dengan selawenan , dan tradisi tersebut juga dilakukan pada puasa dapat 27 atau yang biasanya dinamakan pitulikuran , dan juga 29 atau songolikuran. Dan sehabis tarawih biasanya para jamaah tarawih diberikan jaburan , dan setelah itu kami melakukan tadarusan.
Dan dalam kepercayaan pada saat bayi lahir yang masih berumur kurrang dari satu tahun biasanya kalau mau maghrib bayi tersebut biasanya tidak boleh ditidurkan katanya pamali. Sebagai remaja putri tidak diperbolehkan juga untuk makan sambil berdiri dan makan atau minum ditengah-tengah pintu , untuk remaja putripun tidak diperbolehkan untuk makan sambil disonggo , karena besok kita dapat ditampar oleh laki-laki.
2). Sistem Kemasyarakatan
            Dalam kenyataan hidup masyarakat orang jawa , orang masih membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar dengan orang yang disebut wong cilik , seperti petani , tukang-tukang dan pekerja kasar.
            Lapisan yang tertinggi dalam desa adalah wong baku. Lapisan ini terdiri dari keturunan orang dulu yang pertama kali datang menetap di desa. Mereka memiliki sawah , rumah dengan tanah pekarangannya. Lapisan kedua adalah kuli gandok atau lindung. Mereka adalah orang laki-laki yang telah kawin , akan tetapi tidak mempinuyai tempat tinggal sendiri, sehingga terrpaksa menetap di kediaman orang tuanya. Lapisan ketiga ialah joko , sinoman atau bujangan. Mereka semua belum menikah dan masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Golongan bujangan ini mendapat tanah pertanian , rumah dan pekarangannya dari pembagian warisan dan membelinya.
            Secara administratif , suatu desa di jawa biasanya disebut kelurahan dan di kepalai oleh seorang lurah. Sekelompok dari 15 sampai 25 desa merupakan suatu kesatuan administratif yang disebut kecamatan dan dikepalai oleh seorang pegawai pamong praja yang disebut camat.(koentjaraningrat, 2004 :344-345)
Dalam pekerjaan sehari-hari kepala desa dan pembantu-pembantunya yang semua disebut pamong desa , mempunyai dua tugas pokok , ialah tugas kesejahteraan desa dan tugas kepolisian untuk memelihara ketertiban desa. Lurah dipilih oleh dan dari penduduk desa sendiri , dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi calon yang dipilih atau yang memilih. (Sosrodiharjo, Soedjito. Kedudukan peminpin didalam masyarakat desa. Yogyakarta. Percetakan Seksi Hukum Adat.1957: hlm. 21 dan Said Moh. Tugas dan Kewajiban Kepala Desa Berdasarkan H.I.R. Surabaya. Fadjar N.V. 1958 : hlm 48). Adapun pembantu-pembantu lurah adalah (1) carik , yang bertugas sebagai pembantu umum dan penulis desa, (2) sosial, yang memelihara kesejahteraan penduduk baik rohani maupun jasmani, (3) kemakmuran, yang bertanggungjawab atas ketentraman lahir dan batin penduduk desa, (4) kaum, yakni yang mengurus soal-soal nikah , talak dan rujuk, dan kegiatan keagamaan,   juga soal kematian.(koentjaraningrat, 2004 : 346)
            Didesa kedungringin sistem kemasyarakatannya adalah RT , RW , Kadus , Lurah , dan Ulu-ulu. RT (Rumah Tetangga) biasanya mengurusi penduduk sekitar yang rumahnya berdekatan dengan rumah RT tadi atau bisa dibilang satu komplek , sedangkan RW (Rukun Warga) biasanya dengan cangkupan yang agak luas , biasanya RW ini mengurusi dari 4-5 RT. Kadus atau kepala Dusun mengatur satu dusun saja setiap kelurahan. Selanjutnya Lurah , Lurah mengatur disatu kelurahan dan lingkupnya lebih besar daripada kadus dan biasanya dalam menjabat sebagai lurah ini mendapatkan sawah atau masyarakat biasanya menyebutnya dengan bengkok. Sedangkan Ulu-ulu dalam desa kedungringin hanya mengurusi tentang persawahan saja , dan jabatan ini pun mendapatkan imbalan bengkok juga.
3). Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sebagian besar penduduk desa kedungringin bermata pencaharian sebagai seorang petani , peternak , pabrik , guru dan transmigrasi ke luar kota. Biasanya bekerja sebagai petani adalah seperti membajak sawah , tandur , matun , ndaut , ngrabuk , macul dan traktor. Sedangkan , dalam berternak adalah berternak seperti ayam , menthok , kerbau , sapi dan kambing.
Dalam melakukan pekerjaan pertanian ini, diantara mereka ada yang menganggarap tanah pertaniannya untuk dibuat kebun kering (tegalan), terutama mereka yang hidup di daerah pegunungan, sedangkan yang lain , yaitu yang bertempat tinggal di daerah yang rendah mengelola tanah pertanian tersebut guna dijadikan sawah. Biasanya ditanami padi, palawijaya terutama di daerah tegalan , dan untuk waktu musim kemarau dapat ditanami seperti ketela pohon (Marlihot Utilissima Phl), jagung (Zea Mays L.), ketela rambat (Ipomoea Batatas Poir), kedelai (Glycine Soja Bth), kacang tanah (Arachishypogea L.), kacang tunggak (Vigna Sinencis), gude (Cajamis Cajan) dan lain-lain.
Pada mulanya tanah digarap dengan bajak (luku). Gunanya adalah untuk membalik tanah sehingga lebih mudah ditugali, yaitu pekerjaan menghancurkan tanah dengan cangkul, setelah dua minggu, kemudian diolah dengan garu, agar tanah bisa lebih lunak dan lumat. Setelah digaru baru diberi pupuk , yaitu pupuk hijau dan pupuk kandang. Sebelum tanah di tanami padi, bibit padi disebarkan dan disemaikan dalam persemaian padi (pawinihan). Prosesnya yaitu padi dijadikan benih yang dipilih yaitu yang masih dalam keadaan tumbuh atau melekat pada batangnya. Pekerjaan ini disebut dengan nglinggori. Batang padi yang dipilih tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua , kemudian dipotong batang padi tadi lalu diikat dalam beberapa ikatan (untingan) lalu dijemur dalam waktu satu hari dan ditanggali kemudian dimasukkan dalam bakul besar yang disebut tenggok. Bakul tersebut di rendam dengan air satu hari satu malam dan kemudian di-pep, yaitu ditutup dengan daun pisang dua atau tiga hari. Selanjutnya setelah tumbuh akar-akarnya, maka bibit padi disebarkan di persemaian, lamanya benih di dalam persemaian ini tsampai kesawah antara 15 sampai 30 hari. Pekerjaan pemindahan ini disebut dengan nguriti atau ndaut.
Selama dalam pertumbuhannya , tanaman padi yang masih muda, dipelihara serta di jaga agar tumbuhan liar tidak merusaknya. Untuk ini dilakukan pekerjaan mematun dengan memakai alat yang disebut gosrok. Akhirrnya sesudah padi masak lalu dituai dengan ani-ani untuk disimpan di dalam lumbung, yang setelah 40 hari baru boleh ditumbuk. Sebagian besar pendufuk menanam palawijaya di samping padi seperti kedelai dan kacang brol. Kedua jenis tanaman ini di tanam saat menjelang datangnya musim kemarau.
Telah disebut diatas, bahwa pada saat permulaan pertumbuhannya kedua tanaman palawijaya ini dibutuhkan banyak air, demikian sebelum bersemi, tanah bawah di genangi air kira-kira satu minggu dan ini disebut ngelebi. Adapun alat untuk membenamkan biji kedelai dan kacang brol itu adalah panja, yaitu sebatang kayu yang diruncingkan ujungnya serta panjangnya hampir dua meter (digging stick). Setelah tanaman berusia 15 hari lalu didangir, yaitu suatu pekerrjaan meninggikan tanah di tepian bawah tanaman yang sedang tumbuh dengan gantul. koentjaraningrat, 2004 : 334-336)
4) Sistem Peralatan dan Teknologi
            Masalah yang menghambat pembangunan di jawa ialah: (1) mentalitet orang jawa yang selalu nerima dan bersikap pasif terhadap hidup, (2) tekanan penduduk yang telah menyebabkan rakyat pedesaan di jawa itu menjadi kelewat miskin, (3) tak adanya organisasi asli yang telah dimantapkan jika di modernisasi dapat menjadi organisasi masyarakat yang aktif kreatif, (4) tak adanya kepemimpinan yang kreatif aktif untuk dapat meminpin aktivitet produksi yang bisa memberi hail tiga-empat kali lebih besar daripada sekarang tiap-tiap tahunnya. (koentjaraningrat, 2004 : 351)
5) Sistem Bahasa
            Daerah kebudayaan jawa itu luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur jawa. Ada daerah yang secara kolektip sering disebut daerah kejawen. Sebelum terjadi perobahan-perobahan status wilayah seperti sekarang ini, daerah itu ialah Bayumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Malangdan Kediri. Daerah luar itu danamakan pesisir dan ujung timur. (Lihatlah buku Geertz,C. Agricultural Involution. Chicago, Universitas of Chicago Press. 1996 : hlm 42)
            Dalam pergaulan hidup maupun hubungan sosial mereka berbahasa jawa. Pada waktu berbicara dengan bahasa ini, orang harus mampu membedakan dan memperhatikan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan dan berdasarkan usia maupun status sosialnya. Ada dua bahasa yaitu bahasa ngoko dan krama.(koenjaraningrat, 2004 : 329)
            Bahasa jawa ngoko itu dipakai untuk orang yang sudah kenal akrab, dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajatnya ataupun status sosialnya. Lebih khusus lagi adalah bahasa jawa ngoko lugu dan ngoko andap. Sebaliknya, bahasa jawa krama, dipergunakan untuk bicara dengan yang belum kenal akrab, tetapi yang sebaya dalam umur maupun derajat status ga sosialnya. Jadi ada tiga macam bahasa yaitu (1) bahasa kedaton atau bahasa bagongan, yang khusus dipergunakan dikalangan istana, (2) bahasa krama desa atau bahasa orang-orang desa, (3) bahasa jawa kasar, yakni salah satu macam bahasa daerah yang di ucapkan oleh orang-orang yang sedang dalam keadaan marah atau mengumpat seseorang.(Bacalah : Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Karti bahasa. Jakarta. 1946 :hlm 86-87).
6) Sistem Kekerabatan
            Sistem kekerabatan di desa berdasarkan keturunan bilateral. Ada macam-macam perkawinan lain dan yang di perbolehkan, yakni ngarang wulu serta wayuh. Pekawinan ngarang wulu adalah suatu perkawinan duda dengan salah satu adi dari almarhum isterinya. Jadi merupakan perkawinan sorotan. Sedangkan wayuh ialah, suatu perkawinan lebih dari satu istri (poligami).
            Sebelum perkawinan di adakan, ada tahap-tahap tradisi jawa yaitu : (1) peningsetan, sebelum peningsetan terlebih dahulu di adakan perundingan untuk memperbincangkan tanggal serta bulan perkawinan. Upacara ini adalah suatu tanda penyerahan harta pihak laki-laki kepada pihak perempuan secara simbolis. (Bacalah Ceramah Prof. Djojodiguno. Perjodohan menurut Hukum Adat Jawa. Di Radyapustaka : Sala tanggal 27 November 1957 : hlm 10 ). Harta itu berupa sejumlah uang, bahan pangan, perkakas rumah tangga, seperti ternak-ternak sapi, kerbau, keda atau juga bisa suatu kombinasi antara berbagai harta kekeyaan tadi, yang diserahkan kepada orang tua atau wali calon pengantin wanita, juga disaksikan oleh kerabat-kerabatnya. Asak tukon yang disebut juga srakahatau sasrahan itu merupakan tanda mas kawin.
            Sehari menjelang saat upacara perkawinan, pada pagi hari beberapa anggota kerabat pihak wanita berkunjung kemakam para leluhurnya untuk meminta doa restu. Sedangkan pada sore harinya diadakan upacara selametan berkahan yang dinamakan dengan leklekan, dimana para kerabat pengantin wanita serta tetangga dekat dengan kenalannya, berjaga dirumahnya hingga jauh malam, bahkan sampe pagi hari. Malam menjelang hari perkawinan ini dinamakan malam tirakatan atau malam midadereni, ada kepercayaan bahwa pada malam itu para bidadari turun dari kayangan dan memberi restu pada perkawinan tersebut.
            Setelah tiba hari perkawinan, pengantin laki-laki dengan di iringkan oleh orang tua atau wali berikut pada handa taulannya dan juga para tetangga sedukuh maupun sedesa, pergi kekelurahan desa untuk melaporkan kepada kaum, yaitu salah seorang dari anggota pamong desa yang khusus bertugas menguus hal nikah, talak dan rujuk. Sesudah itu kekantor urrusan agama kecamatan menghadap penghulu, yakni salah satu pegawai kantor tersebut, yang pekerjaanya mengawinkan orang, dengan upacara ijab kabul dan akad nikah. Upacara disaksikan oleh wali dari kedua belah pihak. Setelah penganten laki-laki dan wali penganten wanita menumbubuhkan tanda tangan diatas surat kawinnya, kemudian penganten laki-laki menyerrahkan sejumlah uang sebagai tanda mas kawin hukum perkawinan islam. Ijab kabul atau akad nikah itu dapat dilakukan dirumah pengantin wanita, yaitu dengan memanggil penghulu. Kemudian setelah upacara ini berakhir lalu dilakukan upacara pertemuan (temon) antara kedua mempelai yang akhirnya di persandingkan diatas pelaminan. Apabila mempelai laki-laki berrkehendak membawa istranya, hal ini dapat di laksanakan sesudah sepasar, atau sama dengan lima hari sejak mereka di pertemukan. Pemboyongan yang disertai pesta upacara lagi di tempat kediaman laki-laki ini di sebut ngunduh temanten.(koentjaraningrat.2004 :337-340)
            Dalam pembagian warisan harta benda dipakai dua macam cara yaitu : (1) perdamaian, sebenarnya suatu permusyawaratan di antara ahli waris yang terdiri dari anak-anak atau anggota kerabat kedua belah pihak orang tua, di mana akan dipertemukan siapakah yang berhak dan wajib memperoleh bagian lebih ataupun sama dengan yang lain. Cara demikian ini terutama di pergunakan pada pat badari penggunaan cara perdamaian ini, adalah agar di capai suatu keadaan sejahtera bagi semua anggota keluarga batih. Artinya apabila ada salah seorang anggota yang sudah memiliki harta tadi sendiri, maka tidaklah anggota tersebut mendapatkan bagian, yang dapat diberikan pada saudara-saudaranya yang belum mempunyai apa-apa sama sekali. Orang tua akan lebih condong untuk memberikan umah kediamannya yang pokok kepada tabon, yaitu seorang anak laki-laki atau anak perempuan yang tetap tinggal di rumah bersama-sama dengan orang tua dan menjamin hidup hari tua dari orang tua tersebut. Adapun pemeliharaan benda pusaka biasanya di bebankan kepada anak laki-laki tertua, sedangkan ternak dibagikan sama sesuai dengan jumlah yang ada.
            Pembagian warisan menurut cara kedua, yaitu sepikul segendongan dipergunakan pada pembagian warisan tanah pekarangan dengan pohon-pohon diatasnya sekalian, dan tanah pertanian, terutama sawah menurut cara ini ditetapkan bahwa anak laki-laki mendapat bagian sebanyak 2/3, sedangkan anak perempuan 1/3 bagian dari seluruh jumlah warisan orang tua. Untuk memperkuat hak dan kewajiban terhadap peninggalan harta benda milik orang tua ini, masing-masing yang berkepentingan dapat meminta penyaksian kepala desa atau anggota-anggota pamong desa lainya. Teristimewa soal pembagian warisan tanah pekarangan dan tanah pertanian, suatu keluarga wajib memberi laporan kepada penjabat desa tadi agar bisa diketahui jumlah seluruhnya.(koentjaraningrat, 2004 : 342-343)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KRITIK DAN SARAN SELALU ADMIN HARAPKAN

TERBARU

KEGIATAN PENYEMPROTAN DESINFEKTAN SATGAS COVID19 DESA KEDUNGRINGIN KECAMATAN SURUH

  KAB. Semarang, - Desa Kedungringin Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang terus berkomitmen mendukung program pemerintah pusat dan pemerinta...

TERBARU